04 March 2017

Mencabik Ilmu (sebuah dialog fiksi)

tuan..
Pinta hamba menjulur, merajuk pada engkau..
masih hamba tak berilmu,
telah hamba sibak lembar-lembar tafsir..
ia hanya terbaca lalu gugur laksana pasir..

tidakkah cukup ilmu yang engkau miliki duhai anakku ?
bukankah aku sudah mengajarkan padamu semua yang kumiliki ?

tuan..
Hamba masihlah haus..
banyak yang harus hamba timba diluar sana..
semata berguru agar kalbu tak membatu..

anakku..
Kemana engkau hendak mencari ?
zaman ini sudah sulit berharap ilmu yang damai..

Ah..tuan..
hamba bersua dengan seorang penyampai,
rendah dan tenang dalam kajinya..
tak ada bahaya yang ia bawa..
kata terucap sesuai pada khitah.

Tidak !
anakku..
aku tahu siapa yang engkau maksud,
lebarkan indera dengarmu,
aku ingatkan engkau akan khilafmu,
ia taklah ubahnya pembawa petaka,
bencana akan bersama dalam tiap ucapnya !

tuan,
tidakkah terlalu dini bicara petaka ?
bukankah ia berpegang pada yang tertulis ?
sungguh tak layak kita mendakwa,
pun jahatnya tak pernah tergaris..

wahai anakku yang miskin ilmu..
jikapun engkau bersikeras pergi,
maka tak ada tempat bagimu di tanah ini, pun baginya !
setiap jengkalnya akan terjaga oleh serdaduku yang siap mengusirmu.

tuan..
hari ini hamba teteskan airmata,
tercurah hanya untuk engkau,
karna menutup tiap khasanah dan hikmah..
sungguh..
tak ada mulia bagi engkau yang mengadili tanpa pengadilan..

- Maja 04032017 -


24 February 2017

Rimba Pencakar Biru

Padang rimba pencakar biru,
Merenggut sinaran dari pagi,
Aku memilih berlari,
Bertukar nafas dengan peluh,
Canangkan strategi pada setiap mimpi,
Mengejar kilau syarikat dan reputasi

Tersujud di sudut pintu berpilar,
Lelaki kecil berjubah kumal,
Mengulur jemari menanti hujan perak,
Hendak meretas iba insan yang penuh semangat

Ragam hidup wilayah niaga..
Mesin beradu deru membunuh sunyi..
Wajah tergesa tak bersuara..
Mata liar menyusur mangsa..
Berseragamnya kearoganan yang seragam..

Sebentar aku berhenti,
Nikmati seteguk aroma zona sentral..
Dimana tradisi bertanding dengan teknologi,
Megah semakin sibuk mengikis marjinal,
Memancing di air keruh pun tak lagi umpama..

Siapa sama dengan aku ?
Masih berlari dan berpeluh,
Bercanang strategi pada tiap mimpi,
Berbenteng rimba pencakar biru

-Maja 24022017-










12 February 2017

Buai Benci

Satu masa teralih tanpa duga,
tempayan menjadi wadah dendam,
kata benci dan caci sukses ditata,
teman hanya siapa yang sepaham..

Siapa sibuk menyalak tuan ?
siapa hendak menggigit dalam nyata ?
tidak tuan..
mereka hanya melontar lidah,

Pedang dua mata terasah,
wajah-wajah muak penuhi ranah,
menjelma jadi bualan berisi maki,
lalai pun dalam buai puji..

Bergerombol hakim dan jaksa dalam maya,
menyapa terdakwa tanpa dalil,
menata mantra sulut kembali padamnya bara,
sibukkan diri agar umpat tak jadi batil..

Tuan..
Mari berhenti sebelum puji berbalik pada caci,
Puan..
Gelap tangan taklah membantu kondisi..

Membuai benci pada celah hati,
menghukum manusia masuk neraka,
melaknat tersematnya setiap puji,
begitukah yang tuan dan puan pinta ?

Oh tuan..
Oh puan..
mari duduk sini..
kita berpura dengar tapi tak pernah faham..
lafadz demi lafadz hanya demi menyakiti..

Ini koreksi untukmu, tuan dan puan..
Tak usah sibukkan diri mencari cela.

-Maja 12022017-

Buai Benci - Kumpulan Puisi Maja

29 January 2017

Engkau

Selambu cahaya menggurat gemulai
ditengah biru dan putih
menebar keping-keping di atas sayap cendrawasih
sendika dawuh pada pemilik segara wedi

Sinaran menari di kelopak
merebut lahan kosong di retina
mendadak langit tak lagi biru.. putih pun tak..

Seolah tak peduli..
jemari lentikmu bermain di atas tombol mungil
tampak cantik..diantara kertas dan perangkat keras
sesiapa dibaliknya menjadi buram
tak terlihat walau malam belum menjelang..
atau memang tak ingin..?

Sudah..
aku tak lagi bertanya-tanya..
tak ada lagi lontar kata..
kubiarkan kau penuhi tiap celah kalbu
tapi bukan karna lebihmu

Cahaya menggurat lembut..
sebentar lagi senja hendak memukau..
jangan beranjak dari duduk,
aku ingin menikmati warna emas jingga bersama engkau..

-Maja24072010-

 Engkau

22 January 2017

Gempita Ahad

Gempita sambutan pada ahad,
meruak diantara kerumunan padang keramik dan taman,
penuhi setiap celah dan tempat,
para serdadu kecil berlarian tanpa lawan..

Gemericik air membubung ke atas,
bak menyandera tangis dalam jenaka,
meski sinar delapan pagi bersikeras memanas,
pun tak sanggup kalahkan tawa..

Aku terhanyut dalam suka..
ikuti jejak bidadari kecil yang genggam jemariku
tak ada beban, tanpa duka..
rasa berdosa jika tak kuturut yang dia mau..

Mengecap dagangan rakyat yang selalu sembunyi
dari para pengawal atas nama ketertiban..
berlarian kala kereta prajurit penertib melintas,
ah..sungguh menambah lucunya negri sungai brantas..

Pada bidadari mungil aku bicara,
semoga masih ada waktu untuk kembali,
menikmati padang keramik ini bersama,
berlari dan bercanda tersiram mentari.

Terjadi pada ahad lalu..
berulang pada ahad ini..
mungkin ahad esok pun akan sama..
semoga..

-Maja22012017-

19 January 2017

Melupa

Tujuh pagi terlampau cepat,
Menjauh, melangkahi setiap bayang..
Angan kemarin tercapai pun tak sempat,
masih aku tambahkan yang baru setelah tujuh..

Seperti pagi yang lalu..
Aku diricuhi oleh cita,
yang sering ditunggangi nafsu..
Apa dan berapa,
merujuk pada angka..
Siapa dan bagaimana,
bertajuk sebuah kata..
Relasi !

Logika dan otak kanan terus memproses,
seolah miliki kehendak atas semesta
tapi bilik kalbu pelan berbisik,
"ada yang tidak beres.."

Aku terkalahkan ingin,
tertunduk oleh mau dan nafsu,
lupa kapan harus jatuhkan kening,
dalam waktu yang syahdu..

Seharusnya pagi ini..
Semestinya pagi kemarin..

Ah !
Kemana aku selama ini ?
Kenapa tak kudengar bisik hati ?
Koreksi !

Dan fajar lembut membelah kelam..
aku berkutat melawan ingin..
ya ! ingin yang selalu lupa dan melupakan,
bagai tak paham siapa pengendali angin..

Tujuh pagi terlampau cepat,
Menjauh, melangkahi setiap bayang..
Angan kemarin tercapai pun tak sempat,
Kini kulupakan ia pada enam..

-Maja20012017-

 Melupa

03 January 2017

Girang

Senyap..
Gempitamu sesaat tak mengubah,
percuma girangmu..percuma !
siapa yang sakit?

Gerabah masihlah sama,
berharap kurebah dalam sesal ?
bermimpilah !

Bukan kau yang atur..
Dusta tak lebih sakit kala berbalik,
walau tak kuberharap.

Kawan..
Mari menanti surya menangkal arah,
dan catatan itu pun terjaga pada genggam,
jika hendak beradu siapa benar..

Tunggulah..
Sekarang ku tak menuntut.

- Maja 15122009 -

 Girang